Jumat, 08 April 2011

tugas KMB III ke-13 (trauma ginjal )


TRAUMA GINJAL
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III




Disusun oleh :
Asep DIki Permana
05200ID09006
Tingkat II A





AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAHAN DAERAH GARUT
2011


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
ginjal adalah sepasang organ pada setiap sisi dari tulang belakang (spine) didalam perut bagian bawah. Setiap ginjal adalah kira-kira seukuran kepalan tangan. Melekat pada puncak dari setiap ginjal adalah suatu kelenjar adrenal. Suatu massa dari jaringan yang berlemak dan suatu lapisan luar dari jaringan yang berserat (Gerota's fascia) menyelubungi ginjal-ginjal dan kelenjar-kelenjar adrenal.
Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Abdominal trauma merupakan cedera ke bagian perut. Mungkin tumpul atau tajam dan mungkin melibatkan kerusakan pada Abdominal organ. Tanda-tanda dan gejala meliputi nyeri pada perut, kesakitan, kaku, dan lebam dari perut eksternal. Abdominal trauma menyajikan risiko berat kehilangan darah dan infeksi. Diagnosa mungkin melibatkan ultrasonography, Computed Tomography, dan Peritoneal lavage, dan mungkin memerlukan perawatan operasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  traumatic pada ginjal ?
2.      Apakah  pengertian traumatic ginjal ?
3.      Bagaimana patologi trauma ginjal ?
4.      Bagaimana  mekanisme trauma ginjal ?
5.      Bagaimana  klasifikasi patologi trauma ginjal ?
6.      Bagaimana  grading trauma ginjal ?
7.      Bagaimana  diagnosis trauma ginjal ?
8.      Bagaimana  gejala trauma ginjal ?
9.      Bagaimana  tanda trauma ginjal ?
10.  Bagaimana  laboratorium trauma ginjal ?
11.  Bagaimana imaging trauma ginjal ?
12.  Bagaimana  penatalaksanaan trauma ginjal ?



C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui tentang traumatic pada ginjal.
2.      Untuk mengetahui tentang patologi trauma ginjal.
3.      Untuk mengetahui tentang mekanisme trauma ginjal
4.      Untuk mengetahui tentang klasifikasi patologi trauma ginjal
5.      Untuk mengetahui tentang grading trauma ginjal
6.      Untuk mengetahui tentang diagnosis trauma ginjal
7.      Untuk mengetahui tentang gejala trauma ginjal
8.      Untuk mengetahui tentang tanda trauma ginjal
9.      Untuk mengetahui tentang laboratorium trauma ginjal
10.  Untuk mengetahui tentang imaging trauma ginjal
11.  Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan trauma ginjal

D.    Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A.           pengertian traumatic ginjal
B.            patologi trauma ginjal
C.            mekanisme trauma ginjal
D.           klasifikasi patologi trauma ginjal
E.            grading trauma ginjal
F.             diagnosis trauma ginjal
G.           gejala trauma ginjal
H.           tanda trauma ginjal
I.              laboratorium trauma ginjal
J.              imaging trauma ginjal
K.           penatalaksanaan trauma ginjal
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
B.     Saran




                     












BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.           Pengertian
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam
Trauma ginjal terjadi sekitar 3% dari seluruh trauma yamg ada(Geehan,2003), bahkan mencapai 5% pada daerah urban(Brandes,2003). Trauma ginjal terjadi sekitar 10% dari seluruh trauma abdomen( Geehan,2003., Seidman,2003). Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal menduduki angka tertinggi  sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan(Brandes,2003). Trauma biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga, tusukan atau  senjata api.(dos Santos Vieira, 2003).
B.            Patologi Trauma ginjal
Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya.  Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah     dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984).



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image001.jpg
Gambar 3. Fasia Gerota, proyeksi anterior-posterior. (Guerriero, 1984)
Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang  bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada   intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi  pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat.
Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).
C.            Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinisi. Berikut adalah mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal.( Geehan,2003)
1.             Trauma tembus
2.             Trauma tumpul
3.             Iatrogenik
4.             Intraoperatif
5.             Lain-lain
80-85% trauma ginjal disebabkan trauma tumpul yang secara langsung mengenai abdomen, pinggang atau punggung. Trauma tersebut disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan olahraga kontak. Tabrakan kendaraan pada kecepatan tinggi bisa menyebabkan trauma  pambuluh darah utama karena deselerasi cepat. Luka karena senjata api dan pisau   merupakan luka tembus terbanyak  yang mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80% berhubungan dengan trauma viscera abdomen. (Geehan , 2003; McAninch , 2000).



Gambar 4. Trauma tumpul yang merusak ginjal sering menyebabkan fraktur iga bawah dan prosesus transverses vertebra lumbal. (Blandy,1985)



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image003.jpg
Gambar 5.
Mekanisme trauma ginjal. Kiri: Hantaman langsung pada abdomen. Gambar kecil menunjukkan gaya yang berjalan dari hilus renalis. Kanan: Jatuh terduduk dari ketinggian (contrecoup of kidney). Gambar kecil memperlihatkan gayadari arah cranial merobek pedikel ginjal.(McAninch, 2000)



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image004.jpg
Gambar 6.
A.Luka tembus peluru.
B.Luka tusuk. (Guerriero, 1984)
Iatrogenik disebabkan oleh prosedur endourologi, Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy(ESWL), biopsi renal dan prosedur ginjal perkutan. Pada intraoperatif  terjadi pada Diagnostic Peritoneal Lavage(DPL). Penyebab lain trauma ginjal adalah karena rejeksi transplantasi ginjal serta proses kelahiran.
D.           Klasifikasi Patologi trauma Ginjal
Menurut Moore et al , trauma ginjal dibagi menjadi:(McAninch,2000)
1.             Trauma minor
Merupakan 85% kasus. Kontusio maupun ekskoriasi renal paling sering terjadi. Kontusio renal kadang diikuti hematom subkapsuler. Laserasi korteks superfisial juga merupakan trauma minor.
2.             Trauma mayor
Merupakan 15% kasus.Terjadi laserasi kortikomeduler yang dalam sampai collecting system menyebabkan ekstravasasi urine kedalam ruang perirenal. Hematom perirenal dan retroperitoneal sering menyertai laserasi dalam ini. Laserasi multiple mungkin menyebabkan destruksi komplit jaringan ginjal. Jarang terjadi laserasi pelvis renalis tanpa laserasi parenkim pada trauma tumpul.
3.             Trauma vaskuler
Terjadi sekitar 1% dari seluruh trauma ginjal. Trauma vaskuler pada pedikel ginjal ini memang sangat jarang  dan biasanya karena trauma tumpul. Bisa terjadi  total avulsi arteri dan vena  atau  avulsi parsial dari cabang segmental vasa ini. Regangan pada arteri renalis utama tanpa avulsi menyebabkan trombosis arteri renalis.
E.            Grading Trauma Ginjal
Untuk mengelola trauma ginjal dengan baik perlu terlebih dahulu menetapkan grading secara akurat. The American Association for the surgery of Trauma membagi trauma ginjal menjadi 5 grade:(Brandes , 2003)
1.             derajat I   : kontusio ginjal atau hematom subkapsuler yang tidak meluas  tanpa    disertai laserasi parenkim.
2.             derajat II  : hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks < 1 cm tanpa ekstravasasi urine.
3.             derajat III : laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstra vasasi urine
4.             derajat IV: laserasi korteks meluas ke collecting system( terlihat adanya ekstravasasi kontras ), atau cedera arteri atau vena segmental(terlihat adanya infark parenkim segmental) atau cedera arteri atau vena utama yang tertutup oleh hematom
5.             derajat V  :  shattered kidney, avulsi pedikel ginjal atau trombosis arteri utama.
http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image005.jpg
Gambar 7. Klasifikasi trauma ginjal. A.grade I: hematuria gross atau mikroskopik, gambaran radilogis normal, kontusio atau hematom subkapsuler terlokalisisr tanpa laserasi parenkim. B.Grade II: hematom perirenal tak meluas atau laserasi korteks kurang dari 1 cm dalamnya tanpa disertai ekstravasasi urine. (McAninch, 2000)



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image006.jpg
Gambar 8. Klasifikasi trauma ginjal. C: Grade III, laserasi parenkim > 1 cm kedalam korteks tanpa ekstravasasi urine. D: grade Iv, laserasi meluas ke corticomedullary junction dan ke dalam collecting system. (McAninch, 2000)



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image007.jpg
Gambar  9. E: grade IV, trombosis arteri renalis segmental tanpa laserasi parenkim. Tampak adanya daerah iskemia segmental. F: gradeV, trombosis arteri renalis utama. (McAninch, 2000)



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image008.jpg
Gambar 10. G: grade V, laserasi multiple mayor menyebabkan suatu shattered kidney. H: grade V, avulsi vasa utama. (McAninch, 2000)
F.             Diagnosis
Kecurigaan adanya trauma ginjal patut dicermati pada keadaan dibawah ini:
Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah tersebut.
Hematuri
fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus transversus vertebra.
Trauma tembus pada daerah pinggang dan abdomen.
Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.
Derajat trauma ginjal tidak berhubungan dengan derajat hematuri, karena gross hematuria bisa terjadi pada trauma ginjal minor sedangkan hematuria ringan terjadi pada trauma ginjal mayor.(Purnomo,2003)
G.           Gejala
Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut sehingga mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan adanya hematuria. Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, ileus, nausea serta vomitus.
H.           Tanda
Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis pada pinggang atau kuadran atas abdomen. Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan nyeri abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena adanya darah pada cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan bising usus yang menghilang. Masa yang palpable menandakan adanya hematom retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi urin. Namun jika retroperitoneum robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa ditemukan masa palpable pada pinggang.
I.              Laboratorium
Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada trauma mayor bisa hanya hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa renalis bahkan tidak ditemukan hematuri. Awalnya hematokrit normal namun kemudian terjadi ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan adanya perdarahan retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom retroperitoneal yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan operasi. .(McAninch ,2000)


J.              Imaging
1.             Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
2.             Intravenous Urography(IVU)
Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan single shot  high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.  Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed  Tomography (CT) scan.
Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.
3.             CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik noninvasiv ini  secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi  hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta  cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas  dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , 2003)  CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah  diperkenalkan suatu helical CT scanner  yang mampu melakukan imaging dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)
4.             Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)
5.             Ultra Sonography(USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk        membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel  dan infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003)
K.           Penatalaksanaan
1.             Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin serial.(Purnomo , 2003) Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.(McAninch, 2000)
2.             Eksplorsi
a.             Indikasi absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b.             Indikasi relatif
1)             Jaringan nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk dilakukan eksplorasi.
2)             Ekstravasasi urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
3)             Incomplete staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi /rekonstruksi ginjal.     Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
4)             Trombosis Arteri
Cedera deselerasi mayor menyebabkan regangan pada arteri renalis dan akan menyobek tunika intima, terjadi trombosis arteri renalis utama atau cabang segmentalnya yang akan menyebebkan infark parenkim ginjal. Penegakan diagnosis yang tepat serta timing operasi sangat penting dalam penyelamatan ginjal. Renal salvage dimungkinkan apabila iskemia kurang dari 12 jam.            Jika ginjal kontralateral normal, ada kontroversi apakah perlu revaskularisasi atau observasi.Jika iskemia melebihi 12 jam, ginjal akan mengalami atrofi.      Nefrektomi dilakukan hanya bila delayed celiotomy dilakukan karena adanya cedera organ lain atau jika hipetensi menetap pasca operasi. Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.
5)             Trauma tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
3.             Tehnik Operasi
a.             Approach
Dilakukan transperitoneal karena dapat mengenali dan menanggulangi trauma intraabdominal lain serta dapat melakukan isolasi pembuluh darah ginjal sebelum melakukan eksplorasi ginjal.
b.             Isolasi pembuluh darah ginjal(Prosedur MCAninch)
Dimaksudkan untuk mengendalikan perdarahan waktu dilakukan eksplorasi ginjal sebelum tamponade hematom retroperitoneal dibuka. Usus halus dan kolon disingkirkan ke lateral dan cranial. Buat insisi pada peritoneum posterior sebelah medial dan sejajar dengan vena mesentrika superior. Insisi berada di ventral aorta dan dengan meneruskan insisi ke cranial akan didapat vena renalis kiri yang berjalan melintang di ventral aorta. Vena renalis kiri merupakan tanda yang penting karena relatif mudah ditemukan, sementara di kraniodorsal akan didapat arteri renalis kiri. Vena renalis kanan bermuara pada vena kava lebih kaudal disbanding  vena renalis kiri dan di cranial vena renalis kanan akan dijumpai arteri renalis kanan.Pada saat pembuluh darah dijerat untuk mengendalikan perdarahan tapi wrm ischaemic time tidak boleh lebih dari 30 menit. Bila diperlukan lebih lama ginjal didinginkan dengan es.    Dengan teknik ini di RSCM dapat diturunkan angka nefrektomi dari 635 menjadi 36%. Setelah prosedur ini, eksplorasi ginjal dilakukan dengan membuat irisan peritoneum parakolika.(Taher A, 2003).



http://www.bedahugm.net/images/Trauma%20Ginjal/image009.jpg
Gambar 11. Isolasi pembuluh darah utama ginjal. (McAninch, 2003)

c.             Rekonstruksi
Setelah membuka fascia gerota maka ginjal harus terpapar seluruhnya. Pada saat inilah biasanya terjadi perdarahan yang dapat dikendalikan dengan melakukan oklusi sementara pembuluh darah ginjal. Selanjutnya dilakukan debridemen fasia dan jaringan ginjal diikuti hemostasis sebaik mungkin. Bila dijumpai perdarahan pada leher kaliks, dilakukan penjahitan dengan benang absorabel kecil dan jarum atraumatik. Defek pelviokalises memerlukan penjahitan yang kedap air. Setelah itu baru dilakukan penjahitan parenkim sekaligus kapsulnya dengan jahitan matras menggunakan benang kromik 2-0. Lemak omentum dapat digunakan untuk menutup defek parenkim yang luas. Jaringan nonviable pada kutub atas maupun bawah yang luas memerlukan nefrektomi pasrsial. Cara guillotine merupakan cara yang mudah, namun penting untuk menyisakan kapsul ginjal agar dapat dipakai untuk menutup defek parenkim ginjal. Sebagai penggantinya dapat dipakai free graft peritoneum. Nefrektomi biasanya dilakukan pada robekan scattered atau mengenai daerah hilus. Laserasi luas pada bagian tengah ginjal dan mengenai pelviokalises sering berakhir dengan nefrektomi.         Repair pembuluh darah perlu diusahakan dan cedera yang mengenai sekaligus a/v ginjal umumnya berakhir dengan nefrektomi. Di USA dari semua cedera arteriil hanya 44% kasus yang berhasil direpair. Ureter harus dikenali dan bila terdapat bekuan darah di ureter maupun pielum, pemasangan nefrostomi harus dilakukan dengan kateter foley 16F. Sebelum menutup rongga retroperitoneum dilaskukan pemasangan pipa drain. (Taher , 2003)
4.             Komplikasi
a.             Komplikasi Awal
Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera.
1)             Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
2)             Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik dilakukan   embolisasi.
3)             Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar parenkim gunjal.
4)             Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
5)             Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient   dan tidak membutuhkan tindakan .

b.             Komplikasi Lanjut
Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi
Scarring pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed bleeding. Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian besar kasus mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi delayed pasca cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis renin-angiotensin.
Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya cedera parenkim ataupun vaskuler. Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal yang hanya membutuhkan bed rest.
Diagnosis  trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta kemungkinan gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, local ginjal maupun organ lain yang terlibat. Pada pasien ini mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis atau mungkin tanpa hematuria.Bila kondisi tidak stabil walau dengan resusitasi maka tidak ada pilihan kecuali eksplorasi segera . Pada pemeriksaan penunjang plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah, prosesus transversus vertebra lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal. Pada pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa diharapkan hasilnya. IVU juga tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat sulit melakukan grading. Pada kondisi tak stabil, maka hanya dilakukan one shot IVU yang bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan merupakan gold standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagian-bagian infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga jelas. Pemeriksaan angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan tidak tersedia. Kerugiannya pemeriksaan ini invasif.
Prinsip penanganan trauma ginjal adalah meminimalisasi morbiditas dan mortalitas serta sedapat mungkin mempertahankan fungsi ginjal. Hanya pasien dengan indikasi jelas dilakukan nefrektomi. Keselamatan jiwa pasien tentunya lebih penting dari pada usaha peyelamatan ginjal namun jiwa melayang.  Teknik operasi saat ini memegang peranan penting dalam penyelamatan ginjal. Dengan kontrol pembuluh darah ginjal maka terjadi penurunan angka nefrektomi. Kontrol pembuluh darah dilakukan diluar fasia Gerota sebelum masuk zona trauma. Tanpa isolasi arteri dan vena , dekompresi hematom ginjal yang dilakukan durante operasi meningkatkan insidensi nefrektomi.
















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.          Kesimpulan
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal, misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau trauma pada saat berolah raga. Luka tusuk pada ginjal dapat karena tembakan atau tikaman.
Kelainan traumatic yang mengenai saluran kemih antara lain kelainan teraumatik pada ginjal, ureter, kandung kemih, uretra serta venis. Tanda klinis yang mungkin terjadi antara lain : (a)Mungkin tidak ditemukan tanda klinis. (b)Bengkak dan memar daerah pinggang (swelling & bruising renal angle).(c)Distensi abdomen akibat penimbunan darah atau urine,(d)Dapat terjadi ileus.(e)Respiratory distress akibat penekanan diafragma.(f)Tahikardi dan hipotensi oleh karena hipovolemia, (g)Hematuri.
B.           Saran
Kelainan traumatic pada saluran kemih seringkali tak disadari dan mungkin tidak meninggalkan tanda/gejala klinis. Namun apabila tanda dan gejala tersebut diatas anda alami maka penulis menyarankan untuk sepat memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar